1 Juni dan Hikmat Kebijaksanaan dalam Demokrasi Indonesia
Hari ini 1 juni kita mengenalnya sebagai hari lahirnya Pancasila. 1 juni 1945 adalah tanggal dimana Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang 5 Dasar Negara Indonesia merdeka atau filosofi groondslag dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI dan ia beri nama Pancasila.
5 dasar yang disampaikan adalah, Kebangsaan, Internasionale atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebelumnya pada tanggal 31 mei 1945, Muhammad Yamin juga telah menyampaikan 5 Dasar Negara Indonesia Merdeka yakni Peri Kebangsaan, peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Peri Kesejahteraan atau Keadilan sosial.
Dan pada tanggal 10 juli 1945, sebagai ketua panitia kecil, bung karno menyampaikan kesimpulan rapat panitia kecil atas penyatuan berbagai gagasan tentang dasar negara dalam satu pembukaan UUD dimana di dalamnya terdapat juga persetujuam paham atau persatuan filosofis groondslag, 5 dasar negara falsafah bangsa sebagaimana kita kenal saat ini.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meski merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, saya tertarik pada sila ke 4 Pancasila yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagai dasar dari Demokrasi Indonesia.
Muncul pertanyaan, mengapa para pendiri bangsa khususnya panitia kecil BPUPKI yakni Bung Karno, Bung Hatta, Muhammad Yamin, Maramis, Otto Iskandar Dinata, Wachid Hasyim, Sutardjo dan Hadikusumo menggunakan kalimat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan sebagai bentuk demokrasi Indonesia.
Mengapa ada kata hikmat kebijaksanaan.
Jika kita membaca risalah BPUPKI, banyak fikiran yang disampaikan terkait dasar negara Indonesia ini.
Mr. Muhammad Yamin jelas mengatakan " Menurut peradaban Indonesia, maka permusjawaratan dan perwakilan itu adalah dibawah pimpinan hikmah-kebidjaksanaan jang bermusjawarat atau berkumpul dalam persidangan.
Beliau juga menyimpulkan bahwa Hikmah kebijaksanaan yang menjadi pimpinan kerakyatan indonesia ialah rasionalisme yang sehat karena telah melepaskan dari anarki, liberalisme dan semangat penjajahan
Bung Karno juga menyampaikan; " dasar Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan ". "Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan".
Lebih lanjut beliau katakan "Saudara saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat hendaknya bukan badan permusyawaratan politik demokrasi saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip : politik rechtvaardigheid (keadilan politik) dan sosiale rechtvaardigheid (keadilan sosial)"
Dan yang paling esensi dari pemikiran bung Karno tersirat dalam pidatonya "Kalo kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik ekonomi demokrasi, yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.